Penyintas Kangen
oleh Ekky Imanjaya
Dan jika jarak dan
waktu menghadku untuk bermuara ke
kanal-kanal keinginan itu, hingga membuatku tak kuasa dilamun rindu.
Dan kalau gawai-gawai
tak lagi sudi menyampaikan haru biru yang sudah terlanjur mendanau, dan aku sudah tak percaya dengan berbagai gerai yang
membuai di daring nan maya.
Dan bila proses unduh dan unggah tak lagi berguna untuk
menepis gemuruh badai di palung jiwa.
Pun dengan imaji-imaji yang merekam kalian--yang beku dan yang bergerak
sama saja--yang terhampar di depan mata kepala. Tak ada yang membuatku ajek.
Dan gayeng sudah lama tak mampir menyapa, walau diri ini tak
kurang suatu apa. Berbagai teori-teori akademis
yang bergelantungan dan berkejaran di otak ini, dan sedang kutangkapi dan
kupaku di pagina kosong itu, pun tak pula meredakan gelisah ini.
Dan juga surel sudah kian surreal. Dan
permadani hijau rerumputan dan kastil-kastil megah sudah tidak sesegar Chai
Latte hangat yang biasa kita seruput bersama, sesaat setelah kita bertiga
melipir ke Diagon Alley.
Adakah borang yang kudu kuisi untuk membasmi rindu yang
bernas ini?
ataukah diriku, seperti laiknya lanun yang cerkas, harus membalikkan
arah buritan ke alam lain yang lebih purba dan kuna?
Atau mungkin bisa kucolek Sang Dokter dan meminjam Tardisnya barang sejenak.
Namun aku yakin dengan kekuatan doa, tempat aku selipkan
nama-namamu di setiap masa, Oh cintaku yang lawa, akan kuterbangkan kalian ke
haribaan Yang Maha Cinta.
Karena perjalanan
cinta, seperti jua eksplorasi kangen, bukanlah jalan sehala. Dan karenanya aku
hembuskan pula asa agar hari-hari itu
tiba. Atau, barangkali, akulah yang akan
berkemas mara ke sana.
Norwich, 13 Juni 2015