Thursday, 18 June 2015

Penyintas Kangen

Penyintas Kangen
oleh Ekky Imanjaya

Dan  jika jarak dan waktu menghadku  untuk bermuara ke kanal-kanal keinginan itu, hingga membuatku tak kuasa dilamun rindu.

Dan kalau  gawai-gawai tak lagi sudi menyampaikan haru biru yang sudah terlanjur mendanau, dan aku  sudah tak percaya dengan berbagai gerai yang membuai di daring nan maya.
Dan bila proses unduh dan unggah tak lagi berguna untuk menepis gemuruh badai di palung jiwa.  Pun dengan imaji-imaji yang merekam kalian--yang beku dan yang bergerak sama saja--yang terhampar di depan mata kepala. Tak  ada yang membuatku ajek.
Dan gayeng sudah lama tak mampir menyapa, walau diri ini tak kurang suatu apa. Berbagai  teori-teori akademis yang bergelantungan dan berkejaran di otak ini, dan sedang kutangkapi dan kupaku di pagina kosong itu,  pun  tak pula meredakan gelisah ini.
Dan juga surel sudah kian surreal. Dan permadani hijau rerumputan dan kastil-kastil megah sudah tidak sesegar Chai Latte hangat yang biasa kita seruput bersama, sesaat setelah kita bertiga melipir ke Diagon Alley.
Adakah borang yang kudu kuisi untuk membasmi rindu yang bernas ini?
ataukah diriku, seperti laiknya lanun yang cerkas,  harus  membalikkan arah buritan ke alam lain yang lebih purba dan kuna?
Atau mungkin bisa kucolek Sang Dokter dan meminjam Tardisnya  barang sejenak.
Namun aku yakin dengan kekuatan doa, tempat aku selipkan nama-namamu di setiap masa, Oh cintaku yang lawa, akan kuterbangkan kalian ke haribaan Yang Maha Cinta.
Karena  perjalanan cinta, seperti jua eksplorasi kangen, bukanlah jalan sehala. Dan karenanya aku hembuskan pula asa agar hari-hari  itu tiba. Atau, barangkali,  akulah yang akan berkemas mara ke sana.


Norwich, 13 Juni 2015